Selasa, 19 Maret 2013

Sejarah Dan Kebudayaan DKI Jakarta

Pada kesempatan ini saya akan menulis tentang sejarah dan kebudayaan jakarta, yang didapat dari kunjungan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan beberapa situs di internet. Berikut ini penjelasan mengenai awal mula kota DKI Jakarta.

Berdiri : 10 Februari 1965
Dasar Hukum : UU no.1/1961

Ibukota : Jakarta

Penduduk : Sensus 2000 : 8.384.853 Jiwa
Warga Asing : 50.000 Jiwa
Suku & Marga : Betawi, China, Arab, Tugu, Depok dll.

Dibawah ini adalah lambang DKI Jakarta beserta arti dari lambang tersebut.

ARTI LAMBANG :
Berbentuk persegi lima. dalam perisai terlukis pintu gerbang, ditengah-tengahnya berdiri Monumen Nasional yang dilingkari padi dan kapas. Dibawah nampak ombak laut, sekaligus melambangkan letak geografisnya sebagai kota pelabuhan. Monumen Nasional merupakan ciri utama ibukota Jakarta, padi dan kapas adalah pelambang usaha menyeluruh untuk mencukupi sandang dan pangan. Diatas pintu gerbang tertulis kata Jaya Raya suatu slogan glora semangat segala kegiatan Jakarta sebagai ibukota dan kota Perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Nama Jakarta dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta. Nama ini diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fatahillah, setelah merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda pada tanggal 22 juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuataan atau usaha" dari bahasa Sansekerta Jayakarta.

SEJARAH
Sunda Kelapa (397-1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kelapa,berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibukota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kelapa selama dua hari perjalanan. Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut Kelapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan ibukota Tarumanegara yang disebut Sundapura.

Jayakarta (1527-1619)
Orang Eropa yang datang ke Jakarta adalah orang Portugi. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabaikan oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah. Namun, sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membumihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk sahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi jakarta tanggal 22 Juni adalah berdasarkan tragedi penaklukan pelabuhan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada tahun 1527 dan mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kemenangan".

Batavia (1619-1942)
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad je-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menaklukan Jayakarta dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisai Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Republik Rakyat Cina, dan pesisir Malabar, India. Mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi.

Djakarta (1942-1972)
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Jakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Semenjak dinyatakan sebagai ibukota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru, kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Rawamangun, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dilakukan secara mandiri oleh berbagai kementrian dan institusi milik negara lainnya, seperti Perum Prumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, atara lain, Gelora Bung Karno, Mesjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota menggantikan Poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangun Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah dicoba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.

KEBUDAYAAN
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugal.

Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.

Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.







Ondel-ondel
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain.

Berikut gambar pakaian adat Betawi yang juga biasa dikenakan pada saat acara pernikahan.


Ada juga rumah adat daerah masyarakat Betawi, dibawah ini merupakan gambar rumah adat betawi yang kini semakin jarang kita temui di daerah DKI Jakarta :

Berikut beberapa alat transportasi yang ada di DKI Jakarta :

Kegiatan di Jakarta yang semakin ramai oleh penduduk pendatang, yang menyebabkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan dan banyak yang membuka usaha dengan berdagang.

sejarah & budaya Bacan halmahera-selatan maluku utara



Sejarah Kabupaten Halmahera Selatan berawal dari sejarah tentang “Jazirat al-Mulk”yaitu nama kepulauan di ufuk timur bagian utara darikepulauan Indonesia. Istilah“Jazirat al-Mulk” yang diberikan para saudagar Arab ini mempunyai arti :  negeri  raja-raja.


Selain itu, dikenal juga, istilahJazirah tuil Jabal Mulku dengan Pulau Halmahera sebagai pulau induk dari di kawasan ini.Dari kata Muluk dan Mulku inilah yang kemudian menjadi Moluco menurut ucapan dan ortografi orang Portugis, Moluken menurut orang Belanda dan terakhir orang Indonesia sendiri disebut maluku 


Catatan sejarah tentang “Jazirah tuil Jabal Mulku“dengan kemunculan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku) yang terdiri atas: berlanjut
1. KesultananBa can   
2. KesultananJai lolo
3. KesultananTidore
4. KesultananTernate

Bacan,arti harfiahnya adalah: (mem-) baca. Sultan Ternate yaitu SultanMusaffar Syah menyatakan bahwa makna dari bac an” atau “membaca” adalah memasukkan sesuatu, atau usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memasukkan sesuatu ke dalam otaknya untuk menjadi pengetahua.
Makna tersebut tidak bisa dilepaskan juga dengan tugas dan fungsi Sultan Bacan dalam Kesultanan Moloku Kie Raha yaitu: memasok logistik. 
Bacan dalam beberapa manuskrip sejarah sering juga ditulis sebagai Bachian,atauBachan Batjan; dan diduga sudah eksis sejak tahun 1322.
Suku bangsa yang mendiami Jazirah MolokuKie Rahadiduga berasal dari bangsaMelanesia danterdiri dari kurang Polinesia lebih 28 suku bangsaantara lain Tobaru, Wayoli, Tobelo, Galela, Sahu, Modole, Togutil, Sawai, Buli, Bajo dan lain-lain, dengan hampir29 bahasa daerahyang teridentifikasi. yang dapat disebut
Bahasa daerah yang sering dipakai diHalmahera Selatan antara lain bahasa Bacan, Tobelo, Galela, Ternate, Bajau dan Tukang Besi. Bahasa Bacan (Bacanese) sering jugadikenal sebagai Bahasa Melayu Bacan. Diduga munculnya Bahasa Melayu Bacan ini sebagai akibat hubungan-hubungan itu terjadi konvergensi gerakan barang dan manusia pada masa kejayaan Pulau Bacan sebagai bagian dari Pulau Penghasil Rempah (Spice Islands)

Kesultanan Bacan berpusat di Pulau Bacan. Wilayah Kesultanan Bacan pada saat jayanya cukup luas, yaitu dari Maluku hingga ke wilayah Papua.Banyak kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain berada di bawah administrasi pemerintahan Kesultanan Bacan pada masa jayanya.
Pengaruh bangsa Eropa pertama di Pulau Bacan diawali oleh Portugis yang kemudian membangun benteng pada tahun1 558. Bernevald Fort adalah benteng Portugis yang masih utuh berdiri di Pulau Bacan sampai sekarang.
Pada tahun16 09 benteng ini diambil alih oleh VOC yang menandai awal penguasaan Hindia Belanda di Pulau Bacan. Pada tahun1889 sistemmo narki Kesultanan Bacan diganti dengan sistem kepemerintahan di bawah kontrol Hindia Belanda.




Peta Bacan pada awal kedatangan bangsa Eropa yang merupakan bagian dari Atlas van der Hagen yang disimpan di Koninklijke Bibliotheek,DenHaag. Pada peta tersebut tergambar benteng di Bachianserta jajaran pulauMachia n (Makian), Motir (Moti), Tidoro (Tidore) danTerrenate (Ternate). 


Peta buatan VOC pada tahun1660 yang menggambarkan Pulau Halmahera dan beberapa pulau di sekitarnya. Peta ini digambar dengan tehnikcat air pada kertas berukuran19 x 16 cm2. 


Peta berukuran 22,5 x 20,5 cm2buatan VOC pada tahun17 05 yang menggambarkan pulau-pulau diMol luc as (Maluku) serta pulau-pulau sekitar yang menjadi bagian dari kekuasaan bangsa Eropa yang berpusat di Maluku, seperti Sulawesi dan Papua.


 



 Sejarah tentang Maluku dan khususnya Halmahera Selatan tidak bisa dilepaskan dengan komoditas cengkeh dan pala. Sentra produksi cengkeh dan pala terpusat di Ternate, Tidore, Moti, Makian, Bacan dan Halmahera.


Pulau Bacan tidak hanya mempunyai peran dalam produksi cengkeh dan pala pada masa itu, akan tetapi juga menjadi pusat kontrol atas produksi dan distribusi cengkeh dan paladi Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Halmahera





Adat Seni dan Budaya Sulawesi Selatan

Awanzo Blogs
Kalau waktu yang lalu Awanzo Blogs telah memuat artikel tentang Adat Seni Budaya Papua, nah...,sekarang giliran kita terbang ke Sulawesi Selatan",dalam satu misi yang masih sama yaitu melestarikan seni budaya Indonesia.
Sekarang Adat, seni, dan budaya apa saja yang ada di Sulawesi Selatan ? Yuk, mari kita tengok bersama adat seni, dan budaya Sulawesi Selatan.
=> Pertama: Suku/etnis
Suku/etnis yang berada dan mendiami daerah Sulawesi Selatan ini sebenarnya tergolong banyak, namun jika dilihat dari segi mayoritas penduduk hanya terdapat 3 kelompok etnis besar yang berada di daerah Sulawesi Selatan. Diantaranya Makasar, Bugis, dan Toraja.
Begitu pula dalam pemakaian bahasa sehari-hari, memang ke-3 kelompok entis inilah yang terlihat lebih dominan di antara banyaknya bahasa yang digunakan etnis minoritas yang ada di Sulawesi Selatan.
=> Kedua: Kebudayaan
Mungkin untuk kebudayaan Adat Tana Toraja yang masih menjadi unggulan dari daerah Sulawesi Selatan. dimana ciri khas adat Tana Toraja yang sangat menarik dan juga unit ditambah lagi banyaknya publikasi dari beberapa stasiun televisi lokal dan swasta, dan juga program pariwisata daerah, sehingga membuat adat Tana Toraja lebih dikenal oleh masyarakat dari dalam dan luar negeri. Jadi tidak salah jika adat Tana Toraja menjadi budaya unggulan yang ada di Sulawesi Selatan.
=> Ketiga: Lagu daerah
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.
Keempat: Rumah tradisional atau rumah adat
Rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya.
Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat atau hanya rakyat biasa. Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang "Toale". Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).
Selain keempat ciri khas ikon daerah Sulawesi Selatan masih ada lagi ikon - ikon lain yang sangat menarik bagi pengamat budaya dunia untuk daerah Sulawesi Selatan. Salah satunya adalah upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan tepatnya di Tanah Toraja (Tator). Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara duka cita/kematian).
Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa duka cita yang sangat mendalam, juga menjadi adat, seni budaya Sulawesi Selatan.
Nah..., demikian tersebut adalah gambaran kecil tentang kekayaan seni budaya Indonesia yang ada di Sulawesi Selatan, selain alat musik tradisional dari daerah Sulawesi Selatan sendiri yang pernah Awanzo Blogs muat waktu lalu.
Untuk lebih jelasnya anda yang berdomisili di daerah lain selain Sulawesi Selatan bisa langsung berkunjung ke Sulawesi Selatan, dan rasakan keramah - tamahan penduduk pribumi Sulawesi Selatan tersebut. Toh walaupun anda pengunjung manca daerah, tapi rasa memiliki akan kekayaan seni budaya Sulawesi Selatan juga tidak ada larangankan. Karena apapun dan bagaimana pun seni budaya Sulawesi Selatan merupakan kekayaan seni budaya Indonesia juga, yang wajib untuk kita jaga dan lestarikan keberadaannya. Kalau wisatawan mancanegara saja bisa suka dan bangga, kenapa kita masyarakat pribumi tidak.
Jangan sampai kita baru bangun rasa peduli terhadap seni kebudayaan bumi pertiwi ini disaat bangsa lain telah mulai mengusik seni budaya Indonesia itu sendiri.

BUDAYA PAPUA


                  Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea.                                                                                             
                   Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian  Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.                                                                            
                    Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.


Sejarah, Budaya, Kesenian, Adat Istiadat Papua Barat  
              Manokwari adalah ibu kota Provinsi Papua Barat merupalan pemekaran dari Provinsi Papua yang terdiri dari 6 Kabupaten dan 1 Kotamadya (103 Distrik, 46 Kelurahan dan 1126 Kampung) yaitu Kabupaten Manokwari (ibu kota provinsi), Kabupaten Sorong, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Empat dan 1 Kota yaitu Kota Admonistratif Sorong.                                                                                           Pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat didengungkan sejak tahun 1984. Bahkan pada tahun 1984 – 1986 berdasarkan Keputusan Mendagri Nomor 174 Tahun 1986 Tim Mendagri untuk mengadakan studi banding kelayakan untuk memperoleh kemungkinan pemekaran wilayah Irian Jaya. Namun lebih dari satu dasa warsa, pemekaran tidak pernah terealisasi, karena alasan keterbatasan dana.                                                         Namun demikian kajian Tim Depdagri telah menjadi dasar digagasnya 3 (tiga) wilayah pembantu gubernur yaitu di Manokwari, Mimika dan Jayapura yang menjadi bakal pemekaran. Karena itu, Provinsi Irian Jaya memiliki 1 (satu) Gubernur dan 2 (dua) Wakil Gubernur diera tahun 1980-an.                                                                                    
                   Wacana pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat pada akhirnya benar-benar terjadi, atas dasar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Punial, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong. Dasar tersebut kemudian diperkuat dengan SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi 3 (tiga) provinsi.Setelah disahkan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden BJ Habibie, rencana pemekaran provinsi menjadi 3 (tiga) ditolak warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.                                              Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif.                             
                   Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tantangan dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materi. MK akhirnya membatalkan UU No. 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat, namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Irian Jaya Barat terus dilengkapi sistem pemerintahannya walaupun disisi lain payung hukumnya telah dibatalkan.
           
      Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintah, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur definitif Bram O. Atuturi dan Drs. Rahimin Katjong. M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006, sejak saat itu tarik menarik selama lebih 6 Tahun sejak UU No. 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan tarik menarik selama 3 tahun sejak Inpres No. 1 Tahun 2003 dikeluarkan, berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. (kutipan dari Majalah Komite, maret 2007, hal 33).                                      Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 2007 Tanggal 18 April 2007, nama Provinsi Irian Jaya Barat berubah menjadi nama Papua Barat.                                                                                                                                               
                                                                                                                                               
 Bahasa 
Di Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada. Aneka pelbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman.
Sistem Agama
Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Papua dan dalam hal ketuhanan, Papua dapat dijadikan contoh bagi daerah lain. Majoriti penduduk Papua beragama Kristian, namun demikian, seiring dengan perkembangan kemudahan pengangkutan dari dan ke Papua maka jumlah orang yang beragama lain termasuk Islam juga semakin berkembang. Banyak mubaligh sama ada orang asing mahupun rakyat Indonesia sendiri yang melakukan misi keagamaannya di pedalaman-pedalaman Papua. Mereka berperanan penting dalam membantu masyarakat sama ada melalui sekolah-sekolah mubaligh, bantuan perubatan mahupun secara langsung mendidik masyarakat pedalaman dalam bidang pertanian, mengajar Bahasa Indonesia dan pengetahuan-pengetahuan amali yang lain - lainnya. Mubaligh juga merupakan pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum dibina oleh penerbangan biasa.

Sistem Teknologi
Teknologi yang telah dimiliki dan ditemukan oleh suku Asmat adalah sebagai berikut:
Alat-alat produktif
Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di muara sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan jaring. Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.

Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.


Senjata

Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai melambangkan kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu yang lunak dan ringan.
Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.

Makanan

Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah liat pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api terbuka. Berapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :

a) Makanan pokok (sagu)
Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh masyarakat Asmat. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu harus ditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya ditumbuk hingga hancur. Kemudian, isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu yang diperoleh diolah menjadi adonan yang beratnya kira-kira 5 kilogram. Adonan ini kemudian dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat supaya mudah dibawa dan disimpan sampai diperlukan.
Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan pohon hingga terbentuknya adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari matahari terbit hingga terbenam.

b) Makanan tambahan
Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan ulat sagu yang didapatkan di dalam batang pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat sagu yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang ditemukan di pasir delata-delta yang sering tertutup air pada waktu air pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini dikumpulkan dan dibungkus dakan daun dan dipanggang hingga keras. Apapun yang ditemukan di hutan, seperti babi hutan, kuskus, burung, dan segala jenis daun-daunan yang dapat dimakan, dikumpulkan sebagai tambahan makanan pedamping sagu.
Orang Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk mengambil dagingnya yang kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan dijadikan makanan tambahan.


c) Makanan lainnya
Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang ke kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan nyanyian. Setiba di kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala musuh tersebut dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan daun sagu untuk kemudian dipanggang.

Perhiasan
Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa dikenakan sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang, orang Asmat berhias untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai kepercayaan, mereka biasa berhias dengan menidentikan diri seperti burung. Seperti misalnya titik-titik putih pada tubuh yang diidentikan pada burung.

Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua hitam bila sedang marah.

Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala yang perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi.
Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.


Tempat berlindung dan perumahan

Menurut tradisi orang Asmat, dalam sebuah kampung terdapat 2 macam bangunan, yaitu rumah bujang dan rumah keluarga. Rumah bujang (je) ditempati oleh pemuda-pemuda yang belum menikah dan tidak boleh dimasuki oleh kaum wanita dan anak-anak. Rumah yang terdiri dari satu ruangan ini dibangun di atas tiang-tiang kayu dengan panjang 30-60 meter dan lebar sekitar 10 meter. Rumah ini biasa digunakan untuk merencanakan suatu pesta, perang, dan perdamaian. Pada waktu senggang, rumah ini digunakan untuk menceritakan dongeng-dongeng suci para leluhur. Setiap clan memiliki rumah bujang sendiri.

Sedangkan rumah keluarga, biasanya didiami oleh satu keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah, seorang atau beberpa istri, dan anak-anaknya. Setiap istri memiliki dapur, pintu, dan tangga sendiri. Lima tahun sekali, rumah-rumah tersebut diperbaharui oleh kaum pria. Perumahan yang dibangun menyerupai rumah panggung, kira-kira satu setengah meter dari atas tanah. Atap rumah terbuat dari anyaman daun sagu, gaba-gaba sagu membentuk dinding rumah, dan lantai tertutupi tikar yang terbuat dari daun sagu juga.

Kemudian, di hutan orang Asmat biasa mendirikan semacam rumah besar, bernama bivak. Bivak merupakan tempat tinggal sementara bagi orang Asmat disaat mereka mencari bahan makanan di hutan.

Alat musik

Alat musik yang biasa digunakan oleh orang Asmat adalah tifa yang terbuat dari selonjor batang kayu yang dilobangi. Pahatan tifa berbentuk pola leluhur atau binatang yang dikeramatkan. Pada bagian atas dibungkus dengan kulit kadal dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang tahan api. Tifa biasanya diberi nama sesuai dengan orang yang telah meninggal.

Alat transportasi dan perlengkapannya

Masyarakat Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat transportasinya. Pembuatan perahu dahulunya digunakan untuk persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu tersebut dicoba menuju ke tempat musuh dengan maksud memanas-manasi musuh dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Selain itu, perahu lesung juga digunakan untuk keperluan pengangkutan dan pencarian bahan makanan.

Setiap 5 tahun sekali, orang-orang Asmat membuat perahu-perahu baru. Walaupun daerah Asmat kaya akan berbagai jenis kayu, namun pembuatan perahu mereka memilih jenis kayu khusus yang jumlahnya tidak begitu banyak. Yang digunakan adalah kayu kuning (ti), ketapang, bitanggur atau sejenis kayu susu yang disebut yerak.

Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap dibawa ke tempat pembuatan perahu. Untuk membuat perahu dibutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu. Proses pembuatan perahu dari bentuk batang hingga selesai diukir dan dicat meliputi beberapa tahap. Pertama, batang yang masih kasar dan bengkok diluruskan. Setelah bagian dalam digali, dihaluskan dengan kulit siput, sama halnya dengan bagian luar. Bagian bawah perahu dibakar supaya perahu menjadi ringan dan laju jalannya. Bagian muka perahu disebut cicemen, diukir menyerupai burung atau binatang lainnya perlambang pengayauan kepala. Atau ukiran manusia yang melambangkan saudara yang telah meninggal. Perahu kemudian dinamakan sesuai dengan nama saudara yang telah meninggal itu. Panjang perahu mencapai 15-20 meter. Setelah semua ukiran dibuat di perahu maka perahu pun di cat. Bagian dalam dicat putih, bagian luar dicat putih dan merah. Setelah itu perahu dihiasi dengan dahun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu harus diresmikan melalui upacara.
Ada 2macam perahu yang biasa digunakan, yaitu perahu milik keluarga yang tidak terlalu besar dan memuat 2-5 orang dengan panjang 4-7 meter. Sedangkan perahu clan biasa memuat antara 20-20 orang dengan panjang 10-20 meter.

Dayung terbuat dari kayu yang tahan lama, misalnya kayu besi. Karena dipakai sambil berdiri, maka dayung orang Asmat sangat panjang ukurannya. Benda ini wajib dimiliki oleh setiap orang Asmat karena daerah tempat tinggal banyak dikelilingi dengan rawa-rawa.

Sistem Mata Pencaharian                                                                   
Mata pencaharian hidup orang PAPUA di daerah pantai adalah meramu sagu, berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan), dan mencari ikan di sungai, danau, maupun pinggir pantai. Mereka juga terkadang menanam buah-buahan dan tumbuhan akar-akaran. Kadang mereka juga dengan sengaja menanamnya di kebun-kebun ekcil yang sederhana berada di tengah-tengah hutan. Orang Asmat hulu yang tinggal di daerah yang tak ada pohon sagunya lagi, lebih menggantungkan hidupnya pada kebun-kebunnya . Peternakan: Babi merupakan prestise dan melambangkan status sosial seseorang. bisa menyebalkan pecahnya perang suku, dan binatang ini juga berperan sebagai mas kawin (uang mahar). Mata pencaharian utama mereka adalah bercocok tanam di ladang.Tanaman utama sekaligus makanan pokok adalah Hipere atau ubi jalar.

Organisasi Sosial                                                                                                  
                                                                                                Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.Pada dasarnya silimo / sili merupakan komplek tempat kediaman yang terdiri dari beberapa unit bangunan beserta perangkat lainnya.Perkampungan tradisional di Wamena dengan rumah-rumah yang dibuat berbentuk bulat beratap ilalang dan dindingnya dibuat dari kayu tanpa jendela.Rumah seperi ini disebut honai , Komplek bangunan biasanya terdiri dari unsur-unsur unit bangunan yang dinamakan: rumah laki-laki (Honei/pilamo), rumah perempuan (ebe-ae/ Ebei ), dapur (hunila) dan kandang babi (wamdabu/Wamai ).                                                                      
Seni
Seni musik
Orang Asmat memiliki alat musik khusus yang biasa digunakan dalam upacara-upacara penting. Tifa adalah alat musik yang paling umum digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kehidupannya. Tifa-tifa ini biasa diukir dan dipahat oleh wow-ipits setempat.
Seni tari
Orang-orang Asmat kerapkali melakukan gerakan-gerakan tarian tertentu saat upacara sakral berlangsung. Adanya gerakan-gerakan erotis dan dinamis yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan perempuan di depan rumah bujang (Je) dalam rangka upacara mbis.



Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh suku papua adalah sebagai berikut :
Pengetahuan mengenai alam sekitar
Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal
Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar manusia
Pengetahuan mengenai ruang dan waktu